Anak-anak dan Media Baru
Dampak
teknologi baru bagi anak-anak atau penggunaan komputer oleh anak-anak dalam
konteks mengisi waktu luang mereka, dirumah dan kelompok pertemanan (teman
sebaya). Anak-anak dan media baru dimulai dari mempertimbangkan debat popular
terbaru pada masalah ini, menggambar pada materi yang ditujukan untuk pembaca
umum, menantang gagasan umum dari ‘masa kecil’, kemudian perpindahan yang
mempertimbangkan perbedaan sosial dalam penggunaan media baru antara perbedaan
dalam sekelompok anak-anak. Hal ini diikuti dengan diskusi tentang anak-anak
dalam pengalamannya menggunakan media baru, dengan fokus utama pada games
komputer, budaya online, dan pertimbangan penggunaan komputer (media baru)
untuk pendidikan oleh orangtua dan anak-anak di rumah.
Menurut
Seymoure Papert (1993), mengatakan bahwa komputer membawa bentuk baru dari
pembelajaran, yang mana melampaui keterbatasan dari cara belajar yang lama
seperti mencetak dan televisi. Anak-anak yang terlihat lebih renponsif pada
pendekatan baru tersebut seperti komputer melepaskan kreatifitas alaminya dan
keinginan untuk belajar, yang mana memblok dan frustasi oleh cara pembelajaran
lama.
Positif dan Negatif dari New Media pada Anak-anak
Kehadiran
new media atau digital media juga
senantiasa mengundang respon dari para ahli baik secara positif maupun negatif.
Menurut Jon Katz (1996) misalnya dalam
hal ini internet sebagai sarana anak-anak mengembangkan kesempatan untuk bebas
dari pengawasan orang tua dan anak-anak bisa menciptakan kebiasaan dan
komunitasnya sendiri. Menurut Don Tapscott (1997) berpendapat bahwa internet
tercipta dari generasi elektronik yang lebih bebas, lebih imajinatif, lebih
bertanggung jawab pada kehidupannya dan lebih mengetahui informasi daripada
generasi sebelumnya.
Selain
itu dari sebuah jurnal edukasi mengenai DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF SOSIAL MEDIA
TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK yang dilakukan di SMP Negeri 2 Kelas VIII Banda
Aceh juga menyebutkan bahwa dampak positif dari sebuah media baru
adalah:
1. Mempermudah
kegiatan belajar, karena dapat digunakan sebagai sarana untuk berdiskusi dengan
teman sekolah tentang tugas (mencari informasi)
2. Mencari
dan menambah teman atau bertemu kembali dengan teman lama. Baik itu teman di
sekolah, di lingkungan bermain maupun teman yang bertemu melalui jejaring
sosial lain
3. Menghilangkan
kepenatan pelajar, itu bisa menjadi obat stress setelah seharian bergelut
dengan pelajaran di sekolah. Misalnya: mengomentari status orang lain yang
terkadang lucu dan menggelitik, bermain game, dan lain sebagainya. Selain
dampak positif sosial media juga memiliki dampak negatif terhadap pendidikan
anak.
Adapun
dampak-dapak negatif yang ditimbulkan media baru adalah:
1. Berkurangnya
waktu belajar, karena keasyikan menggunakan sosial media seperti terlalu lama
ketika facebookkan dan ini akan mengurangi jatah waktu belajar
2. Mengganggu
konsentrasi belajar di sekolah, ketika siswa sudah mulai bosan dengan cara
pembelajaran guru, mereka akan mengakses sosial media semaunya
3. Merusak
moral pelajar, karena sifat remaja yang labil, mereka dapat mengakses atau
melihat gambar porno milik orang lain dengan mudah
4. Menghabiskan
uang jajan, untuk mengakses internet dan untuk membuka facebook jelas
berpengaruh terhadap kondisi keuangan (terlebih kalau akses dari warnet) sama
halnya mengakses facebook dari handphone
5. mengganggu
kesehatan, terlalu banyak menatap layar handphone maupun komputer atau laptop
dapat mengganggu kesehatan mata.
Game dikalangan
Anak-anak
Pesatnya dan mudahnya akses masuk game ke
Indonesia semakin memudahkan anak-anak memainkan game di warung internet
(warnet). Seperti kita ketahui bahwa di Indonesia anak-anak lebih sering
bermain game di warnet dibandingkan di rumah dengan komputer pribadi
masing-masing sehingga melemahkan pengawasan anak dari orang tua. Ketika berada
di warnet anak-anak tidak mengetahui apakah game tersebut memiliki dampak yang
negatif untuk dirinya atau tidak. Karena ketika anak bermain game yang tujuan
dari game tersebut adalah mematikan lawan dengan cara membunuh hal tersebut
secara tidak langsung anak tersebut mengambil ideologi tersebut.
Ketika berada di warnet anak-anak
cenderung merasa kesal dan berkata kasar ketika permainannya tidak berlangsung
sesuai dengan yang ia harapkan. Saya dapat melihatnya sendiri karena saya
sendiri adalah seorang operator warnet ketika sedang libur kuliah. Terkadang
malah ada anak sekolah yang ketika masih memakai seragam sekolah bukannya
langsung pulang ke rumah namun malah mampir ke warnet. Hal tersebut membuat
saya bertindak untuk menyuruh anak-anak yang masih memakai seragam untuk pulang
ke rumah.
Anak-anak menggunakan game sebagai bentuk interaksi
sosialnya. Tetapi menimbulkan adanya sikap anti sosial dan kurang peka terhadap
lingkungannya. Karena game online yang bersifat adiktif seperti narkoba
(kecanduan). Upaya yang paling utama yang harus dilakukan adalah pengawasan dan
pendampingan dari orang tua, orang tua jangan membebaskan anak mengakses
internet yang sekiranya dapat mengakibatkan hal buruk untuk perkembangan anak.
Menurut Jon Kartz (1996). Internet sebagai sarana pembebasan dari anak-anak,
dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk melepaskan diri dari pengawasan
orang dewasa, Dan menciptakan budaya mereka sendiri dan komunitas. Seperti
banyak kasus di Indonesia, anak-anak lebih mementingkan untuk bermain game
online hingga lupa waktu daripada harus belajar dan bergaul dengan sekitarnya.
Games
as Text
Menurut Klein (1984) ia mengambil
contoh dari sebuah permainan Pac Man yang bisa mempengaruhi pada keseluruhan
fantasi oral sadomasoctic yang berdasarkan pada pendapat yang dikemukakan para
ahli seperti Adoino dan Benjamin. Stallybrass juga berkata bahwa semakin
berkembang dna seiring dengan majunya permainan komputer maka cultural text
dapat tercipta. Fiske (1989) mencoba untuk menjelaskan daya tarik permainan
menggunakan account yang sama dan umum dari budaya populer sebagai bentuk
perlawanan ideologis argumen seperti itu jarang membuat perbedaan dasar antara
berbagai jenis permainan, apalagi merujuk pada permainan tertentu secara
terperinci.
Aarseth
(2001) dan lain-lain berpendapat, hanya mengimpor konsep dan metodologi dari studi
media lama ke analisis media baru seperti game pada komputer bisa positif
menyesatkan.
Misalnya, gagasan tentang identifikasi diambil dari kajian film mungkin dalam tepat
ketika datang ke karakter yang hanya perangkat untuk memasukkan pemain ke dalam
permainan.
REFERENSI
Creating Community With Media : Children and New Media, Rogers, Everett M, Communication Technology, Free Press, 1998
Khairuni, Nisa, 2016, "Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Pendidikan Akhlak Anak" Jurnal Edukasi Vol 2.Nomor 1.Januari 2016
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=449051&val=7458&title=DAMPAK%20POSITIF%20DAN%20NEGATIF%20SOSIAL%20MEDIA%20TERHADAP%20PENDIDIKAN%20AKHLAK%20ANAK%20(Studi%20Kasus%20di%20SMP%20Negeri%202%20Kelas%20VIII%20Banda%20Aceh)
Komentar
Posting Komentar